Kisah Mualaf Amerika Serikat Rap Brown, Masuk Islam saat di Penjara
H. Rap (Hubert Gerold) Brown yang mengganti namanya menjadi Jamil Abdullah Al-Amin, memutuskan memeluk Islam saat berada di penjara. Kala itu, ia dibui selama 5 tahun karena kasus perampokan.
Steven Barbosa dalam bukunya berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" memaparkan Rap adalah seorang aktivis. Kalau sebelum masuk Islam ia mampu membuat pendengarnya terpaku dan berurai air mata mendengarkan pidatonya, maka setelah masuk Islam ia lebih menganjurkan disiplin diri dengan cara mengerjakan sholat, puasa, sedekah, dan tawakal . Itu semua merupakan persiapan untuk menghadap Allah di hari akhir. "Terlalu banyak bicara bisa membikin orang mabuk," ujar Rap.Berikut penuturan Rap (Hubert Gerold) Brown atau Jamil Abdullah Al-Amin sebagaimana dinukil dalam buku yang telah diterjemahkan Sudirman Teba dan Fettiyah Basri menjadi "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995) tersebut.
Nama Rap saya pilih berdasarkan apa yang saya coba gambarkan dalam Die Nigger Die --kemampuan untuk bicara. "Sweet Peeter Jeeter the Womb Beater"?
Saya tak lagi hafal bait-bait puisi itu. Itu sebenarnya merupakan riwayat masa lalu, yang menunjukkan ketrampilan berbahasa ketika saya dibesarkan. Memang, mereka menamakan itu musik rap sesudah saya sering melagukannya.
Sebutan itu diberikan karena saya memang konsisten dengan apa yang ingin saya tampilkan pada waktu itu. Saya tak mengklaim bahwa sayalah orang yang pertama kali bermusik rap. Tetapi, sebutan itu diperkenalkan dan dikaitkan dengan gaya saya ketika itu.
Rasanya tak pernah saya bicara lebih panjang dari satu jam pada setiap kesempatan berpidato (sejak 1960-an). Saya benar-benar menghayati apa-apa yang saya ucapkan, dan kiranya Rasulullah SAW juga telah memberi peringatan akan bahaya bicara berlebih-lebihan. Dengan kata lain, sebaik-baik suatu perkara adalah yang pertengahan. Karena bicara berlebihan bisa membuat orang mabuk kepayang. Kalau Anda tak bisa menyampaikan pesan ketika sudah bicara dua jam lamanya, artinya tak ada pesan apa pun yang Anda sampaikan.
Saya menjadi seorang Muslim pada 1971. Ketika itu saya sedang menjalani hukuman penjara di New York. Gerakan Dar Ul-Islam menyelenggarakan program-program dakwah, termasuk mendatangi penjara-penjara untuk menyelenggarakan sholat Jumat.
Dalam Islam dikatakan bahwa Allahlah yang membuat seseorang menjadi Muslim. Segala sesuatu yang dikehendaki Allah akan berubah setahap demi setahap. Seingat saya tak ada suatu peristiwa pun sepanjang hidup saya yang membuat saya tiba-tiba lebih cenderung mau menerima Islam sebagai agama.
Dalam perjalanan hidup, saya telah bertemu dengan begitu banyak Muslim, tetapi saya tak pernah secara sadar berusaha mempelajari Islam ataupun mendekatinya. Karena itu, saya yakin, Allahlah yang mendorong dan membukakan hati seseorang untuk menjadi Muslim.
Kehidupan di dunia ini merupakan penjara bagi orang-orang beriman, dan surga bagi orang-orang yang tak beriman. Sekolah-sekolah dalam beberapa hal sebenarnya mirip dengan penjara, karena itu sesungguhnya saya telah menjadi narapidana jauh sebelum masuk penjara sungguhan.
Ke mana pun Anda pergi sesungguhnya merupakan sekolah, tempat belajar. Sebagian orang pergi ke Harvard, Yale, Darmaounth, dan juga Boston College. Sejumlah lainnya pergi ke Attica dan Auburn, juga Sing Sing. Tetapi sesungguhnya proses belajar tak terhenti dan terbatas di kampus-kampus itu, melainkan berkelanjutan.ome Hikmah Tausyiah Muslimah Dunia Islam Syiar Qur'an Digital Murottal Qur'an Jadwal Sholat Kalkulator Zakat Indeks
Dalam Islam dikatakan bahwa Allahlah yang membuat seseorang menjadi Muslim. Segala sesuatu yang dikehendaki Allah akan berubah setahap demi setahap. Seingat saya tak ada suatu peristiwa pun sepanjang hidup saya yang membuat saya tiba-tiba lebih cenderung mau menerima Islam sebagai agama.
Dalam perjalanan hidup, saya telah bertemu dengan begitu banyak Muslim, tetapi saya tak pernah secara sadar berusaha mempelajari Islam ataupun mendekatinya. Karena itu, saya yakin, Allahlah yang mendorong dan membukakan hati seseorang untuk menjadi Muslim.
Kehidupan di dunia ini merupakan penjara bagi orang-orang beriman, dan surga bagi orang-orang yang tak beriman. Sekolah-sekolah dalam beberapa hal sebenarnya mirip dengan penjara, karena itu sesungguhnya saya telah menjadi narapidana jauh sebelum masuk penjara sungguhan.
Ke mana pun Anda pergi sesungguhnya merupakan sekolah, tempat belajar. Sebagian orang pergi ke Harvard, Yale, Darmaounth, dan juga Boston College. Sejumlah lainnya pergi ke Attica dan Auburn, juga Sing Sing. Tetapi sesungguhnya proses belajar tak terhenti dan terbatas di kampus-kampus itu, melainkan berkelanjutan.
Kisah Mualaf Amerika Serikat Rap Brown, Masuk Islam saat di Penjara
Selasa, 15 November 2022 - 13:36 WIB
Mualaf asal Amerika Serikat , H. Rap (Hubert Gerold) Brown yang mengganti namanya menjadi Jamil Abdullah Al-Amin, memutuskan memeluk Islam saat berada di penjara. Kala itu, ia dibui selama 5 tahun karena kasus perampokan.
Steven Barbosa dalam bukunya berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" memaparkan Rap adalah seorang aktivis. Kalau sebelum masuk Islam ia mampu membuat pendengarnya terpaku dan berurai air mata mendengarkan pidatonya, maka setelah masuk Islam ia lebih menganjurkan disiplin diri dengan cara mengerjakan sholat, puasa, sedekah, dan tawakal . Itu semua merupakan persiapan untuk menghadap Allah di hari akhir. "Terlalu banyak bicara bisa membikin orang mabuk," ujar Rap.
Baca juga: Kisah Prof Ali S Asani: Bukan Sekadar Jihad di Harvard
Berikut penuturan Rap (Hubert Gerold) Brown atau Jamil Abdullah Al-Amin sebagaimana dinukil dalam buku yang telah diterjemahkan Sudirman Teba dan Fettiyah Basri menjadi "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995) tersebut.
Nama Rap saya pilih berdasarkan apa yang saya coba gambarkan dalam Die Nigger Die --kemampuan untuk bicara. "Sweet Peeter Jeeter the Womb Beater"?
Saya tak lagi hafal bait-bait puisi itu. Itu sebenarnya merupakan riwayat masa lalu, yang menunjukkan ketrampilan berbahasa ketika saya dibesarkan. Memang, mereka menamakan itu musik rap sesudah saya sering melagukannya.
Sebutan itu diberikan karena saya memang konsisten dengan apa yang ingin saya tampilkan pada waktu itu. Saya tak mengklaim bahwa sayalah orang yang pertama kali bermusik rap. Tetapi, sebutan itu diperkenalkan dan dikaitkan dengan gaya saya ketika itu.
Rasanya tak pernah saya bicara lebih panjang dari satu jam pada setiap kesempatan berpidato (sejak 1960-an). Saya benar-benar menghayati apa-apa yang saya ucapkan, dan kiranya Rasulullah SAW juga telah memberi peringatan akan bahaya bicara berlebih-lebihan. Dengan kata lain, sebaik-baik suatu perkara adalah yang pertengahan. Karena bicara berlebihan bisa membuat orang mabuk kepayang. Kalau Anda tak bisa menyampaikan pesan ketika sudah bicara dua jam lamanya, artinya tak ada pesan apa pun yang Anda sampaikan.
Saya menjadi seorang Muslim pada 1971. Ketika itu saya sedang menjalani hukuman penjara di New York. Gerakan Dar Ul-Islam menyelenggarakan program-program dakwah, termasuk mendatangi penjara-penjara untuk menyelenggarakan sholat Jumat.
Dalam Islam dikatakan bahwa Allahlah yang membuat seseorang menjadi Muslim. Segala sesuatu yang dikehendaki Allah akan berubah setahap demi setahap. Seingat saya tak ada suatu peristiwa pun sepanjang hidup saya yang membuat saya tiba-tiba lebih cenderung mau menerima Islam sebagai agama.
Dalam perjalanan hidup, saya telah bertemu dengan begitu banyak Muslim, tetapi saya tak pernah secara sadar berusaha mempelajari Islam ataupun mendekatinya. Karena itu, saya yakin, Allahlah yang mendorong dan membukakan hati seseorang untuk menjadi Muslim.
Kehidupan di dunia ini merupakan penjara bagi orang-orang beriman, dan surga bagi orang-orang yang tak beriman. Sekolah-sekolah dalam beberapa hal sebenarnya mirip dengan penjara, karena itu sesungguhnya saya telah menjadi narapidana jauh sebelum masuk penjara sungguhan.
Ke mana pun Anda pergi sesungguhnya merupakan sekolah, tempat belajar. Sebagian orang pergi ke Harvard, Yale, Darmaounth, dan juga Boston College. Sejumlah lainnya pergi ke Attica dan Auburn, juga Sing Sing. Tetapi sesungguhnya proses belajar tak terhenti dan terbatas di kampus-kampus itu, melainkan berkelanjutan.
Saya dibebaskan pada November 1976, dan sesudah itu pergi menunaikan ibadah Haji. Saya menjalani masa hukuman penjara lima tahun, sekali jalan. Kalau dihitung-hitung seluruh masa saya mendekam di penjara lebih panjang dari masa yang seharusnya.
Saya kira semua aktivis gerakan hak-hak sipil akan marah, kalau mengetahui keadaan saya. Tetapi Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak melakukan tindakan yang didasari dan dikendalikan oleh amarah.
Rasul menjelaskan bahwa orang yang kuat bukanlah jagoan gulat, tetapi mereka yang dapat mengendalikan nafsu amarahnya. Bukan berarti Anda tak boleh marah dalam situasi apa pun. Yang ingin ditekankan adalah bahwa, kalau Anda tak mampu mengendalikan nafsu amarah, Anda bisa jadi korban.
Allah telah menciptakan manusia untuk berjuang. Ini merupakan esensi yang paling mendasar dari penciptaan manusia; yang secara alamiah memang harus mengalami perjuangan terus menerus untuk mencapai kemajuan, bahkan sejak kelahirannya. Ketika sel-sel sperma berebut membuahi sel telur, kemudian tumbuh menjadi janin, di sana pun sudah ada perjuangan yang berlangsung terus hingga bayi dilahirkan. Itulah ciri kehidupan manusia, semuanya merupakan perjuangan.
Steven Barbosa dalam bukunya berjudul "American Jihad, Islam After Malcolm X" memaparkan Rap adalah seorang aktivis. Kalau sebelum masuk Islam ia mampu membuat pendengarnya terpaku dan berurai air mata mendengarkan pidatonya, maka setelah masuk Islam ia lebih menganjurkan disiplin diri dengan cara mengerjakan sholat, puasa, sedekah, dan tawakal . Itu semua merupakan persiapan untuk menghadap Allah di hari akhir. "Terlalu banyak bicara bisa membikin orang mabuk," ujar Rap.
Baca juga: Kisah Prof Ali S Asani: Bukan Sekadar Jihad di Harvard
Berikut penuturan Rap (Hubert Gerold) Brown atau Jamil Abdullah Al-Amin sebagaimana dinukil dalam buku yang telah diterjemahkan Sudirman Teba dan Fettiyah Basri menjadi "Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X" (Mizan, 1995) tersebut.
Nama Rap saya pilih berdasarkan apa yang saya coba gambarkan dalam Die Nigger Die --kemampuan untuk bicara. "Sweet Peeter Jeeter the Womb Beater"?
Saya tak lagi hafal bait-bait puisi itu. Itu sebenarnya merupakan riwayat masa lalu, yang menunjukkan ketrampilan berbahasa ketika saya dibesarkan. Memang, mereka menamakan itu musik rap sesudah saya sering melagukannya.
Sebutan itu diberikan karena saya memang konsisten dengan apa yang ingin saya tampilkan pada waktu itu. Saya tak mengklaim bahwa sayalah orang yang pertama kali bermusik rap. Tetapi, sebutan itu diperkenalkan dan dikaitkan dengan gaya saya ketika itu.
Rasanya tak pernah saya bicara lebih panjang dari satu jam pada setiap kesempatan berpidato (sejak 1960-an). Saya benar-benar menghayati apa-apa yang saya ucapkan, dan kiranya Rasulullah SAW juga telah memberi peringatan akan bahaya bicara berlebih-lebihan. Dengan kata lain, sebaik-baik suatu perkara adalah yang pertengahan. Karena bicara berlebihan bisa membuat orang mabuk kepayang. Kalau Anda tak bisa menyampaikan pesan ketika sudah bicara dua jam lamanya, artinya tak ada pesan apa pun yang Anda sampaikan.
Saya menjadi seorang Muslim pada 1971. Ketika itu saya sedang menjalani hukuman penjara di New York. Gerakan Dar Ul-Islam menyelenggarakan program-program dakwah, termasuk mendatangi penjara-penjara untuk menyelenggarakan sholat Jumat.
Dalam Islam dikatakan bahwa Allahlah yang membuat seseorang menjadi Muslim. Segala sesuatu yang dikehendaki Allah akan berubah setahap demi setahap. Seingat saya tak ada suatu peristiwa pun sepanjang hidup saya yang membuat saya tiba-tiba lebih cenderung mau menerima Islam sebagai agama.
Dalam perjalanan hidup, saya telah bertemu dengan begitu banyak Muslim, tetapi saya tak pernah secara sadar berusaha mempelajari Islam ataupun mendekatinya. Karena itu, saya yakin, Allahlah yang mendorong dan membukakan hati seseorang untuk menjadi Muslim.
Kehidupan di dunia ini merupakan penjara bagi orang-orang beriman, dan surga bagi orang-orang yang tak beriman. Sekolah-sekolah dalam beberapa hal sebenarnya mirip dengan penjara, karena itu sesungguhnya saya telah menjadi narapidana jauh sebelum masuk penjara sungguhan.
Ke mana pun Anda pergi sesungguhnya merupakan sekolah, tempat belajar. Sebagian orang pergi ke Harvard, Yale, Darmaounth, dan juga Boston College. Sejumlah lainnya pergi ke Attica dan Auburn, juga Sing Sing. Tetapi sesungguhnya proses belajar tak terhenti dan terbatas di kampus-kampus itu, melainkan berkelanjutan.
Saya dibebaskan pada November 1976, dan sesudah itu pergi menunaikan ibadah Haji. Saya menjalani masa hukuman penjara lima tahun, sekali jalan. Kalau dihitung-hitung seluruh masa saya mendekam di penjara lebih panjang dari masa yang seharusnya.
Saya kira semua aktivis gerakan hak-hak sipil akan marah, kalau mengetahui keadaan saya. Tetapi Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak melakukan tindakan yang didasari dan dikendalikan oleh amarah.
Rasul menjelaskan bahwa orang yang kuat bukanlah jagoan gulat, tetapi mereka yang dapat mengendalikan nafsu amarahnya. Bukan berarti Anda tak boleh marah dalam situasi apa pun. Yang ingin ditekankan adalah bahwa, kalau Anda tak mampu mengendalikan nafsu amarah, Anda bisa jadi korban.
Allah telah menciptakan manusia untuk berjuang. Ini merupakan esensi yang paling mendasar dari penciptaan manusia; yang secara alamiah memang harus mengalami perjuangan terus menerus untuk mencapai kemajuan, bahkan sejak kelahirannya. Ketika sel-sel sperma berebut membuahi sel telur, kemudian tumbuh menjadi janin, di sana pun sudah ada perjuangan yang berlangsung terus hingga bayi dilahirkan. Itulah ciri kehidupan manusia, semuanya merupakan perjuangan.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Mualaf Amerika Serikat Rap Brown, Masuk Islam saat di Penjara"
Posting Komentar